Tak sengaja penulis berselancar di dunia maya tanpa sengaja menemukan sebuah artikel menarik yang sangat memotivasi, moga bermanfaat dan menginspirasi kita dalam membawa perubahan di Puncak Jaya.
Elang sering dijadikan simbol supremasi, baik sebagai lambang negara,
motivator, logo perusahaan, dan berbagai ikon lainnya. Mengapa elang
sedemikian menarik. Bila dilihat dari morfologi tubuhnya, elang memiliki
paruh yang kuat dan tajam, dengan retina mata yang lebih tajam daripada
manusia, sehingga mampu melihat mangsanya dari sudut pandang yang jauh,
rentang sayapnya lebar, kaki yang dilengkapi cakar yang kuat sehingga
mampu dengan cepat menyambar dan mencengkeram mangsanya, elang mampu
terbang melintasi angkasa yang tinggi dengan jarak tempuh yang jauh, dan
elang memiliki rentang usia yang panjang.
Dengan kondisi fisik yang
seperti itu tidaklah mengherankan bila elang menempatkan diri pada
puncak tertinggi pada mata rantai makanan. Untuk mencapai fisik yang
kuat, sejak kecil dilahirkan elang harus menempuh ujian kehidupan yang
berat. Pada saat bertelur induk elang biasanya akan menaruh telurnya
(bersarang) di atas pohon yang tinggi atau di bebatuan tebing bukit yang
tinggi. Begitu telurnya menetas dari cangkangnya yang keras, si induk
akan memulai mengajari terbang anaknya. Biasanya dengan pelatuknya,
anaknya didorong untuk keluar dari sarang dan belajar terbang. Pada saat
itu bila si induk merasa anaknya belum berhasil terbang dan akan
membentur tebing atau tanah, maka si anak elang lekas-lekas disambarnya,
sehingga tidak sampai terluka. Begitu seterusnya sampai si anak elang
bisa terbang mandiri tanpa bantuan induknya. Jadi walaupun elang
dilengkapi dengan sepasang sayap, dia tetap harus menguji kekuatan
sayapnya dengan jam terbang yang tinggi melintas angkasa, dengan
berbagai jurus tukik atau terbang, mungkin ada terbang secepat kilat
pada saat menyambar mangsanya yang sedang lengah, dan berbagai jurus
terbang lainnya seperti yang pernah saya dapatkan waktu mengikuti
session training motivasi ""Burung Camar Jonathan"". Walaupun orang tua
elang adalah raja penjelajah alam raya, dia tidak serta merta mewariskan
bakatnya kepada anaknya, semua tergantung dari kepiawaian si anak
sendiri untuk mencontoh perilaku terbang elang induknya dan melatih jam
tempur di angkasa.
Untuk mencapai usia yang panjang (kira-kira 70
tahun), maka pada saat usia 40 tahun , si elang harus menempuh ujian
""life begins at fourthy"". Pada saat itu elang sudah nampak tua renta,
dengan paruhnya yang panjang dan bengkok hampir menyentuh dadanya, bulu
sekujur tubuhnya semakin lebat sehingga memberatkan pada saat terbang.
Pada saat itu elang dihadapkan pada 2 pilihan hidup, mau mati
pelan-pelan kelaparan atau menempuh hidup yang panjang, tapi dengan
perjuangan yang sulit. Bila pilihannya jatuh pada opsi kedua, maka si
elang akan berusaha terbang tinggi ke puncak gunung dan bersarang di
tepi jurang untuk melakukan transformasi hidupnya. Selama transformasi
yang berat 150 hari, elang akan berusaha keras, memperbaharui kondisi
fisiknya, elang akan mematuk-matukkan paruhnya pada tebing karang sampai
paruh tersebut lepas dari mulutnya, setelah menunggu beberapa lama dan
paruhnya tumbuh baru, maka langkah selanjutnya adalah mencabuti
cakar-cakar dan menunggu cakar baru tumbuh, bila sudah tumbuh, elang
akan mencabuti bulu-bulunya dan menunggu tumbuhnya bulu itu sehingga
bisa terbang lagi mencari makanan.
Pada saat melakukan transformasi ini,
elang akan ""berkontemplasi"" merasakan dinginnya udara malam dan
panasnya matahari siang. Sebuah perjuangan hidup yang berat untuk
membuka lembaran hidup baru disisa usianya 30 tahun lagi. Pada saat
menjelang ajal, di akhir hidupnya elang menderita sakit-sakitan, maka
elang akan berusaha terbang sekuat tenaga ke puncak bukit dan bersarang
disana sampai kematian menjemputnya. Sebuah sikap yang wise dan penuh
kepasrahan akan ""Kuasa Ilahi"" di akhir hayatnya. Begitulah kisah
inspiratif tentang seekor elang si burung monogami, yang pada saat kecil
harus segera keluar dari zona nyaman untuk bisa mandiri belajar tentang
makna hidup, di paruh baya yang harus menjalani transformasi hidup yang
berat, dan di akhir ajalnya penuh kepasrahan dan permenungan diri
menghadap Ilahi. Semoga kita bisa belajar bijak dari sikap elang.
""Tuhan berilah aku keberanian untuk mengubah apa yang bisa diubah.
Berilah aku ketabahan untuk menerima apa yang tidak bisa diubah. Dan
berilah kebijakan untuk bisa membedakan keduanya."" (fotokita.net)